Cemari Lingkungan, KLH Segel 4 Hotel di Kawasan Puncak Bogor
JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel empat hotel di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, karena terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap persetujuan lingkungan. Keempat hotel tersebut adalah Griya Dunamis by SABDA, Taman Teratai Hotel, The Rizen Hotel, dan New Ayuda 2 Hotel/Hotel Sulanjana.
Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, penyegelan dilakukan setelah ditemukan bukti pembuangan limbah cair langsung ke aliran Sungai Ciliwung tanpa pengolahan sesuai baku mutu.
“Tidak ada kompromi untuk pencemar lingkungan. Penyegelan ini adalah langkah tegas menyelamatkan Ciliwung dari hulu dan memastikan setiap pelaku usaha taat pada aturan,” kata Hanif dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dalam penyegelan beberapa hotel di kawasan Puncak, Bogor, pada Sabtu (9/8), Hanif menuturkan, salah satu kasus paling mencolok adalah The Rizen Hotel yang menjadi penyumbang terbesar pencemaran air karena tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Selain itu, Hotel Sulanjana, Taman Teratai Hotel, dan Griya Dunamis tidak memiliki perizinan berusaha untuk lokasi usaha penginapan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, Hanif mengungkap sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah hotel tersebut, yaitu tidak memiliki dokumen dan persetujuan lingkungan sebagaimana diamanatkan peraturan; tidak memiliki persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air limbah; tidak melakukan pengolahan air limbah domestik (grey water) dari restoran, MCK penginapan, toilet, kantor, dan mushola.
Lalu, membuang air limbah langsung ke tanah atau mengalirkannya ke septic tank tanpa pengolahan lanjutan; Serta, overflow limbah domestik langsung mengalir ke anak sungai yang bermuara ke Ciliwung; dan tidak ada pencatatan atau pemantauan kualitas air limbah.
“Data KLH/BPLH menunjukkan, di segmen 1 Sungai Ciliwung (Puncak, Bogor) terdapat 22 hotel bintang tiga ke atas yang berpotensi mencemari lingkungan. Empat hotel telah disegel, sisanya akan diperiksa bertahap,” ucap Menteri Hanif.
“Setelah hotel berbintang ditertibkan, langkah akan dilanjutkan ke hotel kelas Melati disegmen yang sama, lalu ke segmen 2 dan seterusnya,” lanjutnya.
Selain itu, KLH menilai pencemaran di hulu berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas air Ciliwung. Pemantauan menunjukkan parameter pencemar seperti BOD,COD, dan TSS di hulu sudah melampaui baku mutu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain penindakan hotel, KLH/BPLH juga telah menertibkan 33 unit usaha pelanggar tata kelola lingkungan di hulu DAS Ciliwung. Dalam sidak 27 Juli 2025, dari 33 usaha yang izinnya dicabut, hanya sebagian memulai pembongkaran.
“Dari tinjauan hari ini, ada delapan gazebo dan satu restoran yang sudah dibongkar, ini patut diapresiasi,” ucap Hanif.
Namun, lebih dari separuh belum melakukan langkah konkret sehingga Menteri memberi ultimatum pembongkaran harus rampung akhir Agustus atau negara akan mengeksekusi.
Dalam kesempatan itu, Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup, Rizal Irawan, menegaskan pelanggaran ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat.
Dia juga menyayangkan terhadap sikap hotel yang abai terhadap kewajiban lingkungan padahal telah diberi izin untuk melakukan usaha.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi indikasi perbuatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran. Tim kami akan memproses secara tuntas, termasuk sanksi administratif dan pidana bila tidak segera memperbaiki sesuai jangka waktu yang diberikan,” ujar Rizal.
Sementara itu, Direktur Pengaduan dan Pengawasan, Ardyanto Nugroho, menekankan bahwa tidak ada alasan ketidaktahuan bagi para pelaku usaha.
“Kewajiban memiliki dokumen lingkungan, pengolahan air limbah, dan pemenuhan baku mutu adalah syarat mutlak. Semua pelaku usaha wajib memenuhinya sejak awal beroperasi, tidak boleh ada yang abai. Kami akan terus menyisir hotel-hotel lain. Harapan kami agar dapat memperbaiki kualitas air Sungai Ciliwung,” kata Ardyanto Nugroho.